MAKALAH
“ FILSAFAT ILMU DALAM ILMU KOMUNIKASI ”
Disusun
sebagai syarat melengkapi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Disusun
Oleh :
Nama
: Friska Rahma Afrianti
Kelas
: 3D
NPM
: 1111500101
Progdi
: Bimbingan dan Konseling
Dosen
Pengampu : Dr. Maufur
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya penyusun bisa
menyelesaikan makalah filsafat ilmu. Makalah ini di buat guna
memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu.
Dalam
penyusunan makalah ini, tentunya penyusun mendapat bimbingan, arahan dan saran
dari berbagai pihak, Oleh karena itu pada
kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ayah dan
bunda tercinta yang telah memberi semangat sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini
2. Bapak
Dr. Maufur selaku dosen pembimbing
3. Teman –
teman di kampus Universitas Pancasakti Tegal terimakasih atas saran dan
diskusinya
Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bisa memberikan manfaat terutama bagi penyusun dan bagi pembaca pada umumnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………i
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………….ii
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………...iii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang…………………………………………………………………..1
B.
Rumusan
Masalah……………………………………………………………….1
C.
Tujuan
Penulisan………………………………………………………………...1
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teori.....................................................................................................
B.
Pengertian
Filasafat Ilmu.......................................................................................
C.
Hubungan Teori dan Filsafat Ilmu.......................................................................
D.
Filsafat
Ilmu Dalam Filsafat Komunikasi............................................................
E.
Filsafat
Komunikasi Dan Penelitian Ilmu Komunikasi........................................
BAB III. PENUTUP……………………………………………………………….…...
A.
Kesimpulan………………………………………………………………….......
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dimana pun dan
kapan pun itu pasti memerlukan orang lain untuk berlangsungnya kehidupan.
Komunikasi adalah alat untuk berinteraksi antara manusia satu dengan yang
lainnya. Manusia dan komunikasi merupakan dua hal yang saling berhubungan,
karena tanpa adanya komunikasi menusia tidak mungkin akan bisa berinteraksi
dengan manusia lain, baik itu melalui komunikasi verbal maupun non verbal.
Dengan kata lain manusia dan komunikasi tak ubahnya seperti pasangan yang tidak
bisa dipisahkan karena saling membutuhkan satu sama lain.
Dengan adanya komunikasi, manusia bisa leluasa menumpahkan apa yang ingin
mereka lakukan. Misalnya menyelesaikan masalah-masalah antar pribadi dan antar
kelompok. Komunikasi merupakan penyambung manusia untuk melakukan semua
kegiatannya baik itu kegiatan yang bersifat positif ataupun negative. Apa
jadinya jika dalam hidup ini tidak ada komunkasi? Dan apa jadinya jika dalam
hidup ini tidak ada manusia? Jika salah satu dari keduanya tidak ada mungkin
kehidupan ini pun tidak akan pernah ada. Jadi hubungan komunikasi dan manusia
sangat erat, tidak mungkin keduanya terpisahkan karena saling ketergantungan.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dari makalah ini adalah :
a.
Bagaimana hubungan teori dan filsafat ilmu?
b.
Bagaimana filsafat ilmu dalam filsafat komunikasi?
c.
Apakah filsafat komunikasi dan penelitian ilmu komunikasi?
C. Tujuan
Adapun tujuan
dari makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan antara teori dan
filsafat ilmu, bagaimana filsafat ilmu dalam filsafat komuniksai serta
mengetahui apa filsafat komuniksi dan penelitian ilmu komunikasi itu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori
Teori
adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial
maupun natural yang dijadikan pencermatan. Teori merupakan abstarksi dari
pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil.
Menurut
Kerlinger [1973] teori dinyatakan sebagai sebuah set dari proposisi yang
mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena.
Terdapat
tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh mengenai teori,
yakni :
1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari
konstrak [construct] yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan
unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas
2. Teori menjelaskan hubungan antar variable atau
antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena fenomena yang
diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan
3. Teori menerangkan fenomena dengan cara
menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable yang lain.
B. Pengertian Filasafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan
pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu,
yang disusun oleh Ismaun (2001)
·
Robert
Ackerman
Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu
tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian
itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual.
·
Cornelius
Benjamin
Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah
sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual.
·
Michael
V. Berry
Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori
ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode
ilmiah.
·
May
Brodbeck
Analisis yang netral secara etis dan filsafati,
pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
·
Peter
Caws
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang
mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh
pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini
membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya
sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan
pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
C.
Hubungan Teori dan
Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi
Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi
yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3)
konfirmasi dan (4) logika inferensi. Dan disini kami akan membahas lebih detail
tentang hubungan teoti dengan fakta yaitu :
o Teori
memprediksi fakta :
Penyingkatan fakta-fakta yang dilakukan oleh teori
akan menghasilkan uniformitas dari pengamatan-pengamatan.
Dengan adanya uniformitas maka dapat dibuat
prediksi [ramalan] terhadap fakta-fakta yang akan datang dengan kata lain bahwa
sebuah fakta baru akan lahir berdasarkan pengamatan fenomena-fenomena
sekarang/saat ini.
o Teori memperkecil jangkauan:
Fungsi
utama dari teori adalah memberikan batasan terhadap ilmu dengan cara
memperkecil jangkauan [range] dari fakta yang sedang dipelajari. Dalam dunia empiri
banyak fenomena yang dapat dijadikan bahan pencermatan namun untuk pendalaman
dan penajaman tertentu diperlukan batasan, sehingga teori berperan membatasi
dalam lingkup [aspek] tertentu.
o Teori
meringkas fakta :
Teori melakukan perannya meringkas hasil
penelitian. Melalui sebuah teori generalisasi terhadap hasil penelitian mudah
dilakukan. Teori dengan mudah memberikan kemampuannya dalam memandu
generalisasi-generalaisasi, bahkan teori mampu meringkas hubungan antar
generalisasi.
o Teori memperjelas celah kosong:
Dengan
kemampuannya meringkas fakta – fakta saat ini dan melakukan prediksi, maka
teori dapat memberikan petunjuk dan memperjelas kawasan mana yang belum
dijangkau ilmu pengetahuan.
o Fakta
memprakarsai teori :
Terdapat
berbagai fakta yang kita dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah
teori baru, karena secara tidak langsung fakta sebagai muara terciptanya sebuah
teori.
o Fakta
memformulasikan kembali teori yang ada.
Tidak
semua fakta mampu dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan dapat
membuat teori lama menjadi teori baru /dikembangkan menjadi teori baru. Teori
harus disesuaikan dengan fakta dengan demikian fakta dapat mengadakan
reformulasi terhadap teori.
o Fakta
dapat menolak teori :
Jika
banyak diperoleh fakta yang menujukkan sebuah teori tidak dapat diformulasikan
maka fakta berhak menolak teori tersebut.
o Fakta
memberi jalan mengubah teori :
Fakta
mampu memperjelas teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori.
Dengan hadirnya orientasi baru dari teori akan bersekuensi logis pada penemuan
fakta-fakta baru.
D.
Filsafat Ilmu Dalam
Filsafat Komunikasi
Para
ahli sepakat bahwa landasan ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat.
Filsafat melandasi ilmu komunikasi dari domain ethos, pathos, dan logos dari
teori Aristoteles dan Plato. Ethos merupakan komponen filsafat yang mengajarkan
ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan ilmu
pengetahuan yang kemudian menjadi kunci utama bagi hubungan antara ilmu dan
masyarakat. Pathos merupakan komponen filsafat yang menyangkut aspek emosi atau
rasa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang senantiasa mencintai
keindahan, penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk melakukan
improvisasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen
filsafat yang membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan
berdasarkan pada pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan
oleh argument-argumen yang logis.
Komponen yang lain dari filsafat adalah komponen
piker, yang terdiri dari etika, logika, dan estetika, Komponen ini bersinegri
dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi (kebagaimanaan), dan
aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
Pada dasarnya filsafat komunikasi memberikan
pengetahuan tentang kedudukan Ilmu Komunikasi dari perspektif epistemology:
a.
Ontologis: What It Is?
Ontologi berarti studi tentang arti “ada” dan
“berada”, tentang cirri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri,
menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan: 2005). Ontolgi sendiri berarti
memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri yang dalam hal ini adalah
Ilmu Komunikasi.
Ilmu komunikasi dipahami melalui objek materi dan
objek formal. Secara ontologism, Ilmu komunikasi sebagai objek materi dipahami
sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau yang
paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda.
Sementara objek forma melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point
of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri.
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi
adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu
Komunikasi, Komunikasi Manusia, dll.
b. Epistemologis
Hakikat
pribadi ilmu (Komunikasi) yaitu berkaitan dengan pengetahuan mengenai
pengetahuan ilmu (Komunikasi) sendiri atau Theory of Knowledge. Persoalan utama
epsitemologis Ilmu Komunikasi adalah mengenai persoalan apa yang dapat ita
ketahui dan bagaimana cara mengetahuinya, “what can we know, and how do we know
it?” (Lacey: 1976). Menurut Lacey, hal-hal yang terkait meliputi “belief,
understanding, reson, judgement, sensation, imagination, supposing, guesting,
learning, and forgetting”.
Secara sederhana sebetulnya perdebatan mengenai
epistemology Ilmu Komunikasi sudah sejak kemunculan Komunikasi sebagai ilmu.
Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah ilmu atau bukan sangat erat
kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang menjadi sebuah ilmu.
Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai ilmu tidak terlepas
dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh Sosiologi dan
Psikologi sangat berkontribusi atas lahirnya ilmu ini.
Bahkan nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland,
Freud, sangat besar pengaruhnya atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan
memang, Komunikasi ditelaah lebih jauh menjadi sebuah ilmu baru oada abad ke-19
di daratan Amerika yang sangat erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini
sendiri.
Contoh konkret epistemologis dalam Ilmu Komunikasi
dapat dilihat dari proses perkembangan kajian keilmuan Komunikasi di Amerika
(Lihat History of Communication, Griffin: 2002). Kajian Komunikasi yang
dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa peperangan semakin meneguhkan
Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
c.
Aksiologis: What For?
Hakikat individual ilmu pengetahuan yang bersitaf
etik terkait aspek kebermanfaat ilmu itu sendiri. Seperti yang telah disinggung
pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis sangat terkait dengan tujuan
pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan dengan tujuan kepentingan manusia
itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi erat kaitannya dengan kebutuhan
manusia akan komunikasi.
Kebutuhan memengaruhi (persuasive), retoris (public
speaking), spreading of information, propaganda, adalah sebagian kecil dari
manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek aksiologis dari Ilmu
Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan manusia.
E.
Filsafat Komunikasi Dan
Penelitian Ilmu Komunikasi
Filsafat Komunikasi sangat
erat kaitannya dengan metodologi penelitian :
Positive, Post-Positive dan Kritis.
Kesemuanya harus jelas sumber dan asumsi-asumsinya.
Metode (metodologi) ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode
ilmiah. Metodologi ini secara filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan
epistemologi. Epistemologi membahas mengenai: Apakah sumber pengetahuan? Apakah
hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan
untuk mendapatkan pengetahuan? Sejauh mana manusia mampu menangkap pengetahuan?
(Jujun S. Suriasumantri, 1984: 119)
Melalui filsafat
komunikasi, dari komponen epistemologi, kita telah mengenal sejumlah metode dan
model penelitian komunikasi selain teori-teori yang dilahirkan secara
ontologis. Metode-metode tersebut dapat dipahami dengan menyimak tiga kelompok
paham yang mengembangkan komunikasi secara falsafati.
ΓΌ Positive(isme)
Asumsi dasar positivisme
tentang realitas adalah tunggal, dalam artian bahwa fenomena alam dan tingkah
laku manusia itu terikat oleh tertib hukum. Fokus kajian-kajian positivis
adalah peristiwa sebab-akibat (Deddy Mulyana, 2001: 25). Dalam hal ini,
positivisme menyebutkan, hanya ada dua jalan untuk mengetahui: pertama,
verifikasi langsung melalui data pengindera (empirikal); dan kedua, penemuan
lewat logika (rasional).
Pendekatan metodologi yang positivis antara lain: empirisme, rasionalisme,
behavioristik, behavioral, struktural, fungsionalisme, mekanistik,
deterministik, reduksionis, sistemik, dan lain-lain. Para penggagas dan
pengasuh metode positive ini antara lain Paul F. Lazarsfeld, Bernard Berelson,
Robert K. Merton, Wilbur Schramm, Shannon dan Weaver, dan lain-lain.
Mereka-mereka itulah yang komunitasnya dikenal dengan nama Mazhab Chicago.
Metode peneltian
komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain: model mekanistis, model
komunikasi Shannon dan Weaver, pendekatan behaviorisme, analisis isi
klasik-kuantitatif, dan lain-lain.
Komponen-komponen pokok
teori dan metodologi positivis adalah sebagai berikut:
o Metode penelitian: kuantitatif
o Sifat metode positivisme adalah obyektif.
o Penalaran: deduktif.
o Hipotetik
ΓΌ Post-Positifisme [humanistik]
Asumsi dasar
post-positivie tentang realitas adalah jamak individual. Hal itu berarti bahwa
realitas (perilaku manusia) tindak tunggal melainkan hanya bisa menjelaskan
dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan. Fokus kajian
post-positivis adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari
sebuah keputusan.
Pendekatan metodologi
penelitian kualitatif: interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi,
dramaturgi, hermeneutika, semiotika, teori feminisme, marxisme sartrian, teori
kritis, pasca-strukturalisme, dekonstruktivisme, teori
paska-kolonialis, dan sebagainya (Deddy Mulyana dalam Eriyanto, 2002: IV).
Aliran pemahanan ini berasal dari sejumlah ilmuan, antara lain: Max Weber,
Charles Horton Cooley, George Hebert Mead, William I. Thomas, Ervin Goffman,
dan lain-lain.
Metode penelitian
komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain interaksionisme simbolik,
analisis framing, analisis wacana, analisis semiotika, dan lain-lain.
Komponen-komponen pokok teori dan metodologi post-positivis adalah sebagai
berikut:
o Metode penelitian: kualitatif
o Sifat metode post-positive: Subyektif
o Penalaran: Induktif.
o Interpretatif
ΓΌ Kritisme
Asumsi dasar paham
kritisme adalah realitas didominasi oleh status quo. Maksdunya adalah, tidak
ada aspek kehidupan yang bebas dari kepentingan, termasuk ilmu pengetahuan.
Kesemuanya berada dalam dominasi status quo. Aliran pemahaman kritis
diinspirasi oleh pemikiran Karl Marx. Namun paham kritisme ini hanya sedikit
berbicara tentang Marxisme (Sasa Djuarsa S., 1994: 392-396). Faham kritisme
merupakan merupakan pilar utama mazhab frankfurt. Selanjutnya ditindaklanjuti
oleh Juergen Habermas (John B. Thompson, 2004: 487). Fokus kajian mazhab
Frankfurt ini adalah sistem tindakan komunikasi manusia (teori tindakan
komunikasi).
Tokoh aliran ini antara
lain: Max Horkheimer, Theodore Adorno, Hebert Markuz, Juergen Habermas, dan
lain-lain.
Metode penelitian dalam
paham ini belum populer penggunaannya dalam penelitian komunikasi. Seperti
dikemukakan oleh Habermas sendiri, diskusi tentang metode dan teori tindakan
komunikasi adalah proses yang tidak pernah berakhir dan sama sekali belum
sampai pada suatu konsensus (Juergen Habermas, 2004: vii)
Metode Penelitian :
Analisis Sejarah Sosial (Social History Analysis)
o Sifat metodologi: kritis
o Penalaran: Dialektika
o Meta-theoritical Discourse
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari
pemaparan makalah diatas bisa
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan
sistematik dalam gejala sosial maupun natural yang dijadikan pencermatan.
2. Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu
tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian
itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual.
3.
Hubungan dengan fakta :
·
Teori memprediksi fakta
·
Teori memperkecil jangkauan
·
Teori meringkas fakta
·
Teori memperjelas celah kosong
·
Fakta memprakarsai teori
·
Fakta memformulasikan kembali teori yang ada
·
Fakta dapat menolak teori
·
Fakta memberi jalan mengubah teori
4.
Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi
Pada dasarnya filsafat komunikasi memberikan
pengetahuan tentang kedudukan Ilmu Komunikasi dari perspektif epistemology yang
terdiri dari:
o Ontologis: What It Is?
o Epistemologis: How To Get?
o Aksiologis: What For?
5.
Filsafat Komunikasi Dan Penelitian Ilmu Komunikasi
Filsafat Komunikasi sangat erat kaitannya dengan metodologi penelitian yaitu:
· Positive
· Post-Positive
· Kritis
DAFTAR PUSTAKA
Suhartono, Suparlan. Filsafat
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2005.
Mulyana, Deddy. Ilmu
Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung. Remaja Rosdakarya.2001.
Effendy, Onong Uchyana. Ilmu
Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung. Remaja Rosdakarya. 1994.
Cangara, Hafied. Pengantar
Ilmu Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2008.
Salam, Burhanuddin .Sejarah
Filsafat Ilmu dan Teknologi . Jakarta .Reneka Cipta .1993